S
etiap orang tua yang
mempunyai anak pasti memiliki harapan besar bahwa suatu saat nanti anaknya
mengalami pertumbuhan secara penuh, baik fisik maupun kerohaniannya. Tidak ada
orang tua manapun yang ketika punya anak, berharap anaknya kecil terus.
Sekalipun masa kecil anak-anak menjadi masa yang seringkali membawa sukacita
tersendiri dalam kehidupan orang tua. Namun, kita semua harus menyadari bahwa
seorang anak mengalami pertumbuhan secara penuh atau tidak, tentu bergantung
pada bagaimana suasana dan dukungan keluarga dari anak itu. Ketika keluarga
memberikan dukungan yang penuh pada pertumbuhan anak, maka seorang anak pasti
akan mengalami pertumbuhan yang baik; demikian pula sebaliknya.
Yesus dan Samuel adalah dua
orang yang hidup dalam masa dan suasana yang berbeda. Yesus, pada masa kecilnya
hidup dan bertumbuh di tengah asuhan kedua orang tuanya. Sementara Samuel, pada
masa kanak-kanak, tumbuh dalam lingkungan keluarga imam Eli, yang adalah orang
tua angkatnya secara rohani. Namun keduanya mengalami pertumbuhan dengan baik.
Ada persamaan yang mereka alami dalam pertumbuhan mereka. Injil Lukas mencatat
bahwa "Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya,
dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia" (Luk 2: 52). Sementara kitab
Samuel mencatat bahwa "Samuel yang muda itu, semakin besar dan semakin
disukai, baik di hadapan TUHAN maupun di hadapan manusia" (1 Sam 2: 26).
Tentu, apa yang dialami oleh
Yesus dan Samuel juga kita harapkan terjadi dalam diri anak-anak kita. Sebagai
orang tua, kita pun memiliki kerinduan bahwa anak-anak kita bisa mengalami
pertumbuhan menjadi besar dan dikasihi oleh Allah dan manusia. Lalu, rahasia
apa yang pada akhirnya menjadikan mereka mampu mengalami pertumbuhan yang
sedemikian baik itu?
1. MEREKA DIASUH ORANG-ORANG YANG TAKUT AKAN TUHAN
Samuel dan Yesus adalah dua
orang yang pada masa kecilnya mengalami asuhan yang baik dari orang tuanya.
Imam Eli, sebagai seorang yang takut akan Tuhan menjadi figur teladan bagi
Samuel kecil. Ia mendidik Samuel untuk mengenal Tuhan dengan baik. Demikian
pula yang dilakukan Maria dan Yusuf, sebagai orang tua Yesus. Maria dan Yusuf
adalah pribadi-pribadi yang takut akan Tuhan. Mereka memiliki kesetiaan dan
ketaatan pada Tuhan yang luar biasa. Sikap setia dan taat inilah yang menjadi
penopang bagi mereka untuk memberikan keteladan pada Yesus kecil. Sekalipun
tidak banyak kisah Injil yang menceritakan masa kecil Yesus. Namun, kesediaan
Maria dan Yusuf untuk membawa Yesus ke Bait Allah pada umur 12 tahun menjadi
bukti bagaimana kedua orang tua ini mendidik Yesus pada masa kecilnya dengan
ketaatan dan kesetiaan pada Tuhan.
Berdasarkan pengalaman masa
kecil Yesus dan Samuel ini, kita dapat mengambil satu pelajaran hidup, yaitu:
jika kita menginginkan anak-anak kita mengalami pertumbuhan dan menjadi
pribadi-pribadi yang dicintai Allah dan manusia, maka mau tidak mau, sebagai
orang tua, kita harus memiliki sikap takut akan Tuhan. Kita harus memiliki
ketaatan dan kesetiaan pada Tuhan. Sebab jika orang tua memiliki sikap takut
akan Tuhan, maka anak-anak akan mendapatkan figur teladan yang baik dalam
pertumbuhannya.
2. MEREKA BERSEDIA BELAJAR DARI ORANG-ORANG YANG MENGASUHNYA
Keteladanan dan dukungan orang
tua saja belum cukup untuk membuat seorang anak mampu untuk mengalami
pertumbuhan hidup dan kerohanian yang baik. Keteladanan dan dukungan orang tua
harus dibarengi dengan kesediaan anak untuk terus belajar mengembangkan diri
dan meneladani hal-hal yang baik dari orang tuanya. Imam Eli, selain mengasuh
Samuel, juga punya anak kadung yang bernama Hofni dan Pinehas. Tapi pertumbuhan
anak-anak kandung imam Eli ini tidak sebaik Samuel. Mereka justru bertumbuh
menjadi anak-anak yang melakukan kecurangan-kecurangan di hadapan Tuhan.
Sementara, Samuel yang adalah anak angkat justru menunjukkan pertumbuhan yang
baik dibanding kedua anak imam Eli.
Semua itu terjadi tentu bukan
semata-mata karena kesalahan imam Eli yang tidak mampu memberi teladan pada
anak-anak kandungnya. Tetapi lebih disebabkan karena anak-anak kandung imam Eli
tidak mau belajar dari setiap kebaikan yang telah dicontohkan oleh ayahnya
sendiri. Mereka cenderung mengabaikan didikan orang tuanya dan memilih untuk
terus mengikuti keinginan dirinya sendiri.
Pada masa sekarang ini,
banyak kita jumpai ketegangan antara orang tua dan anak seringkali disebabkan
oleh hal yang demikian itu. Orang tua merindukan anak-anaknya meneladani
hal-hal yang baik dari orang tunya. Sementara anak-anak lebih senang mencari
gaya hidup sendiri. Mereka merasa bahwa orang tuanya kolot, ketinggalan jaman,
dan tidak gaul. Akhirnya, banyak kita jumpai anak-anak yang sudah tidak mau
lagi meneruskan kebaikan orang tuanya dan
bertumbuh dengan tidak baik. Mereka menjadi pribadi-pribadi yang
seringkali menyusahkan orang lain dan terjebak pada bentuk-bentuk pergaulan
bebas. Alih-alih makin dicintai Allah dan sesama; yang terjadi justru banyak
anak yang membuat jengkel orang tuanya dan mendukakan hati Allah.
Jika kita menginginkan generasi
kita berikutnya menjadi generasi yang bertumbuh makin dikasihi Allah dan
manusia; mau tidak mau, ketegangan antara orang tua dan anak harus segera
diselesaiakan. Sebagai orang tua, marilah kita belajar dari imam Eli, Maria dan
Yusuf. Marilah kita menjadi pribadi-pribadi yang takut akan Tuhan, yang
memiliki kesetiaan dan ketaatan kepada Allah. Supaya melalui perilaku kita
sehari-hari, kita mampu memberikan teladan yang baik bagi anak-anak kita.
Sebagai anak, marilah kita meneladani apa yang telah dicontohkan oleh Samuel
dan Yesus pada masa kecilnya. Mereka memiliki kesediaan untuk terus
mengembangkan diri dan belajar dari orang tua yang mengasuh mereka. Mereka
memiliki kesediaan untuk dibimbing, dinasehati, dan diarahkan oleh orang-orang
yang mengasuhnya. Sehingga mereka bertumbuh makin dikasihi Allah dan sesama.