“Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur”
Matius
5:4
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) arti kata ‘dukacita’ adalah kesedihan dan kesusahan hati. Jadi
berkaitan dengan suasana hati. Dukacita adalah suatu kepedihan karena kehilangan
yang menggoncangkan jiwa. Penyebab utamanya adalah kehilangan apa yang kita
miliki dan tidak terpenuhinya keinginan kita. Contohnya adalah kematian
seseorang yang kita kasihi, kehilangan pekerjaan, kegagalan bisnis,
kebangkrutan akibat kesalahan
perhitungan, bahkan kematian binatang peliharaan pun bisa mendatangkan dukacita
yang mendalam. Apakah pengertian yang demikian itu pula yang dimaksud Tuhan Yesus dalam sabda-Nya, “Berbahagialah orang yang
berdukacita”? Jika benar, mengapa orang yang berdukacita justru disebut berbahagia oleh
Tuhan Yesus?
Jika kita perhatikan, bagian yang kita baca ini merupakan sabda bahagia
kedua dari delapan seri ‘berbahagialah’. Kata ‘berdukacita’ dalam bahasa Yunani
yang digunakan di sini adalah penthountes, yang artinya : orang-orang
yang sedang berduka dan bersedih hati secara mendalam. Ada nuansa berkabung dan
ngilu-nya batin yang sangat
besar di
dalamnya karena ketidakberdayaan menghadapi keadaan yang terjadi,
seperti
perlakuan tidak adil dan ketidakbenaran. Jadi dukacita di sini bukan
hanya
membuat orang-orang menangis tetapi juga membuat orang-orang sudah tidak
mampu
lagi menangis, kehabisan kata-kata untuk meratap. Itulah dukacita yang
sering dialami oleh orang tua yang kehilangan anak kesayangannya.
Itulah dukacita Yesus ketika mendengar Lazarus sahabat-Nya telah
meninggal
dunia. Itu jugalah dukacita Maria melihat anak sulungnya disalib dan
mengalami
kesakitan luar biasa, tanpa ia bisa berbuat sesuatu.
Jadi dengan mengacu pada bahasa aslinya (bahasa
Yunani), kita dapat melihat bahwa arti kata ‘dukacita’ dalam bacaan kita ini
bukan hanya sekedar bersedih dan uring-uringan karena suatu kegagalan tertentu
dalam hidup atau karena kehilangan sesuatu yang kita miliki. Dukacita yang
dimaksudkan dalam sabda bahagia ini adalah juga bukan dukacita yang terjadi
karena kesalahan atau kebodohan kita sendiri. Dukacita yang dimaksud di sini adalah dukacita yang terjadi karena
ketidakberdayaan menghadapi kenyataan hidup (terutama
yang disebabkan karena ketidakadilan dan ketidakbenaran), yang
mengakibatkan seseorang hancur dan remuk hatinya. Dukacita yang
mengakibatkan seseorang merasa tidak lagi memiliki daya untuk dapat mengubah
apa yang dihadapinya.
Dengan memerhatikan kata Yunaninya, sabda bahagia kedua ini bisa
dipahami dalam pengertian bahwa orang yang disebut berbahagia oleh Tuhan Yesus
yaitu orang-orang yang secara harafiah
dan kasat mata adalah orang-orang yang remuk dan hancur hatinya. Tidak
punya siapa-siapa atau apa-apa untuk berpegang dan berpengharapan. Orang
seperti ini hanya punya dua pilihan dalam hidupnya :
- Memilih untuk membenamkan diri dalam kedukaannya dan tidak keluar-keluar lagi, seperti yang dilakukan Yakub pada saat mendengar berita bahwa Yusuf mati dicabik-cabik binatang buas (berkabung sepanjang hidupnya) dan Yudas Iskariot yang kemudian mengambil langkah bunuh diri dalam penyesalan.
atau
- Memilih untuk datang berharap kepada Tuhan, dengan satu keyakinan bahwa Tuhan mampu menolongnya di tengah kedukaan yang dirasakannya.
Bagi yang memilih rute pertama, orang itu tidak akan
pernah mendapatkan kebahagiaan dalam perjalanan hidup selanjutnya. Sedangkan, bagi
yang memilih rute kedua, orang itulah yang disebut oleh Tuhan Yesus sebagai
orang yang berbahagia, karena Allah akan memberikan penghiburan kepadanya
dengan sukacita ilahi yang sejati, bukan dengan sukacita ala dunia yang mudah
sirna dan mengecewakan.
Jadi jika kita melihat pada penjelasan di atas, kita
dapat menyimpulkan bahwa tidak semua orang yang berdukacita secara otomatis
disebut dengan orang yang berbahagia. Hanya
orang yang dalam kedukaannya memilih untuk datang berharap kepada Tuhan sajalah
yang akan mendapatkan penghiburan dan layak disebut dengan orang yang
berbahagia. Seperti itukah diri Anda ketika berada dalam keadaan dukacita?
Selamat merenungkannya. Tuhan memberkati. Amin.
Pak pendeta, ketika Yesus berkhotbah ini, bukankah Tuhan Yesus menggunakan bahasa Ibrani? Bukan bahasa Yunani! Jadi untuk menjelaskan ayat ini mustinya juga dicari referensi dalam bahasa Ibrani.
BalasHapusKarena kata dukacita dalam ayat ini jelas kan tekait dengan dukacita lahiriah sehingga tidak berdaya karena ketidak adilan dll, tapi dukacita karena menyadari bahwa dirinya telah berbuat salah/berbuat dosa. Sebab itu ia sangat "berkabung" akan hal itu di hadapan Allah.
Pak pendeta, ketika Yesus berkhotbah ini, bukankah Tuhan Yesus menggunakan bahasa Ibrani? Bukan bahasa Yunani! Jadi untuk menjelaskan ayat ini mustinya juga dicari referensi dalam bahasa Ibrani.
BalasHapusKarena kata dukacita dalam ayat ini jelas TIDAK tekait dengan dukacita lahiriah sehingga tidak berdaya karena ketidak adilan dll, tapi dukacita karena menyadari bahwa dirinya telah berbuat salah/berbuat dosa. Sebab itu ia sangat "berkabung" akan hal itu di hadapan Allah.
1. Dalam zaman hidup Yesus, bahasa yang pergunakan sehari-hari adalah bahasa Aram (bukan bahasa Ibrani).
Hapus2. Perjanjian Lama ditulis menggunakan bahasa Ibrani. Sedangkan Perjanjian Baru, semuanya ditulis menggunakan bahasa Yunani. Karena itu konteks bacaan di atas harus berasal dari bahasa Yunani dan bukan bahasa Ibrani.
Pak Pendeta benar .... banyak awam yg tersesat pemahamannya... karena sumber sumber tertentu...
Hapusdalam bahasa ibraninya apa pak berdukacitA
BalasHapusdalam bahasa ibraninya apa pak berdukacitA
BalasHapusHe......he......
BalasHapusJikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." Yohanes 15:7
BalasHapusTulisannya yunani
BalasHapus