“Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi”
Matius 5: 5
'Lemah lembut'. Apa yang kita pikirkan ketika
kita mendengar orang mengucapkan kata ini? Kata ‘lemah lembut’ seringkali
dipersepsikan dan dipahami sebagai sebuah kata yang menunjukkan sikap tidak
tegas, kalahan, klelar-kleler, dan tidak punya semangat. Orang yang lemah lembut
seringkali dipahami sebagai orang yang kurang trampil, kurang cekatan, dan
lamban. Tetapi apakah pemahaman yang sama juga dapat kita terapkan dalam
memahami pernyataan Tuhan Yesus yang berbunyi “berbahagialah orang yang lemah lembut…”? Apakah dengan
mengungkapkan pernyataan tersebut, Tuhan menghendaki umat-Nya menjadi orang
yang tidak tegas, kalahan, klelar-kleler, dan tidak punya semangat? Tentu, pertanyaan tersebut dapat kita jawab dengan
sebuah jawaban yang tegas ‘TIDAK’. Tuhan tidak menghendaki umat-Nya menjadi
pribadi yang demikian. Karena kita tahu bahwa Tuhan menghendaki umat-Nya
memiliki sikap yang tegas dan bersemangat dalam hidup ini. Lalu, bagaimana kita
harus memahami pernyataan Tuhan Yesus ini?
Untuk
dapat memahami pernyataan Tuhan Yesus ini, kita perlu belajar dari peristiwa
kehidupan Musa. Musa adalah pemimpin besar yang memimpin bangsa Israel keluar
dari tanah Mesir. Oleh Penulis Bilangan, Musa digambarkan sebagai berikut: “Adapun Musa ialah seorang yang sangat
lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang ada di atas muka bumi” (Bil
12: 3). Sebagai seorang pemimpin, Musa bukanlah orang yang mudah goyah dan
gampang menyerah. Sekalipun ia harus menghadapi bangsa Israel yang tegar
tengkuk, mudah bersungut-sungut dan sulit diatur. Musa juga bukan tokoh yang
loyo. Ia memiliki energi, semangat dan kekuatan untuk menghadapi segala
tantangan yang menghadang di depannya. Ia dapat marah dengan hebat, tetapi ia
adalah seorang yang dapat mengendalikan amarahnya dengan baik. Ia hanya akan
marah pada waktu-waktu yang tepat.
Pada
Bilangan 12 ini ditunjukkan bagaimana Musa mengendalikan dirinya dengan luar
biasa ketika menghadapi pemberontakan saudara-saudaranya sendiri, Harun dan
Miryam. Mereka mempertanyakan dan meragukan keistimewaan Musa sebagai nabi
dibandingkan dengan mereka. Apa istimewanya Musa sebagai nabi dibandingkan
dengan yang lainnya? Bukankah Tuhan juga memakai mereka sama seperti Tuhan
memakai Musa? Jadi bagi mereka, Musa bukanlah pribadi yang istimewa. (Bil 12: 2)
Apa
yang akan kita lakukan ketika kita berada pada posisi Musa? Apa yang akan kita
perbuat ketika ada orang lain yang meragukan kemampuan dan keberadaan kita? Dan
perkataan itu diungkapkan langsung di depan kita? Mungkin, kita akan segera
bereaksi membela diri dan marah. Tetapi tidak demikian dengan Musa. Menghadapi
situasi seperti itu, Musa tidaklah pertama-tama bereaksi membela diri dan
marah. Ia hanya diam, sekalipun tentu
hatinya pada waktu itu galau dan resah. Tuhan yang mendengar apa yang dikatakan
Miryam dan Harun datang untuk membela Musa, hamba-Nya. Tuhan menegur Miryam dan
Harun, bahkan Tuhan menghukum mereka dengan penyakit kusta. Pada saat itu Musa
menunjukkan kelembutan hatinya, ia memintakan kesembuhan untuk Miryam dan Harun
sekalipun sebelumnya mereka telah menyakiti hatinya (Bil 12: 13). Ia tidak
menaruh dendam kepada kedua saudaranya, bahkan ia meminta Tuhan mengampuni
mereka.
Dalam
peristiwa ini, kita dapat melihat bahwa Musa memiliki kemampuan untuk
mengendalikan dirinya dengan baik. Tidak mengherankan bila Musa dikenal sebagai
seorang pemimpin yang berhati lembut. Tidak seorangpun yang dapat memimpin
orang lain, sebelum ia menguasai dirinya sendiri. Dan tidak ada seorang pun
yang dapat melayani orang lain sebelum ia sendiri merendahkan dirinya kepada
dirinya sendiri. Dan tidak seorangpun yang dapat mengendalikan orang lain
sebelum ia sendiri belajar untuk mengendalikan dirinya sendiri. Orang yang
bersedia menyerahkan dirinya kepada pengendalian Allah secara sempurna akan
memperoleh kelemahlembutan yang memampukannya memiliki bumi.
Belajar
dari peristiwa kehidupan Musa tadi, sedikitnya ada tiga hal yang dapat kita
pelajari terkait pemahaman kita terhadap kalimat “orang yang lemah lembut” dalam ucapan bahagia yang Tuhan Yesus
sampaikan dalam kotbah di bukit:
- Orang yang lemah lembut adalah orang yang selalu marah pada waktu yang tepat dan tidak pernah marah pada waktu yang salah. Jadi lemah lembut bukan berarti orang yang tidak bisa marah, tetapi ia marah pada waktu dan tempat yang tepat.
- Orang yang lemah lembut adalah orang yang memiliki sikap tanggap, sabar, dan perasaan yang terkendalikan karena ia menyadari bahwa hidupnya di bawah kendali Allah. Hidupnya tidak dikendalikan oleh emosi, perasaan, atau hafsu duniawi yang seringkali keliru.
- Orang yang lemah lembut adalah orang yang mempunyai kerendahan hati, sehingga mereka tidak terjatuh pada sikap sombong dan menganggap diri tidak mempunyai kelemahan atau kekurangan.
Cerita
berikut ini mungkin bisa sedikit membantu kita untuk memahami tentang kekuatan
dari kelemah lembutan :
Nah, sekarang saatnya bagi kita untuk bertanya pada diri sendiri, "Apakah kita adalah orang-orang yang memiliki kelemah-lembutan dalam hidup ini?" Selamat membangun diri menjadi orang yang lemah lembut. Tuhan memberkati. Amin.Pada suatu hari angin barat dan angin timur bertemu. Angin barat berkata bahwa dirinya lebih kuat dibandingkan dengan angin timur. Hal ini terbukti di manapun angin barat berjalan maka semua orang merasa takut, karena angin barat sering menimbulkan kerusakan yang hebat bahkan kematian. Angin barat menyombongkan dirinya dan merendahkan angin timur. Angin timur menanggapi kesombongan angin barat dengan tersenyum dan berkata, “Benarkah engkau yang paling kuat?” Jawab angin barat, “Apakah engkau meragukan kekuatanku? Apakah engkau ingin melihat buktinya? Mari kita bertanding kalau kamu berani!” Angin timur menyetujui tantangan angin barat. Katanya, “lihatlah seekor kera yang ada di pohon itu! Siapa yang dapat menjatuhkan kera itu, dialah pemenangnya!”. “Apa? Menjatuhkan kera itu? Ah…itu adalah hal yang sangat mudah bagiku”, sahut angin barat dengan sombongnya.Angin barat mulai menyiapkan dirinya. Ia mulai bertiup, makin lama makin keras. Tetapi semakin keras ia bertiup, kera itu semakin erat berpegangan pada pohon yang dinaikinya. Angin barat semakin penasaran, maka ia mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menjatuhkan kera itu. Usahanya sia-sia, karena semakin kuat dan erat memeluk pohon agar tidak jatuh. Maka, menyerahlah angin barat.Angin timur mulai berhembus, ia berhembus dengan lembut dan pelan. Kera yang ada di atas pohon itu mulai mengantuk ketika dirasakannya semilir angin lembut membelai dirinya. Angin timur terus berhembus dengan lembut. Sepoi-sepoi angin yang berhembus sungguh membuat kera itu terkantuk-kantuk, tanpa ia sadari ia melepaskan pegangannya dan ia pun terjatuh.
Puji Tuhan, dengan membaca tulisan ini semakin dapat memahami maksud dari Matius 5 :5 yang tidak mudah difahami. Tuhan sungguh baik, karena saya sedang mencari-cari pemahaman tentang Matius 5:5 ini dan antara lain ketemu tulisan Bapak Yonatan Wijayanto ini.
BalasHapusTrima kasih. Tuhan Yesus memberkati kita.
Menambahkan dari yang saya pahami...
BalasHapusMakna "lemah lembut" dalam bahasa Yunaninya adalah PRAUS.
Kata ini diartikan sebagai kata sifat diantara pemarah dan tidak pernah marah... artinya dapat marah pada saat yang tepat. Misalnya melihat orang ditindas, orang mengelabuhi, ajaran sesat.
Selain itu kata PRAUS pada binatang adalah untuk hewan yg telah ditundukkan/ dijinakkan sehingga nurut sama majikannya.
Jadi dalam arti yang kedua ini orang yang PRAUS adalah orang dikuasai / tunduk sepenuhnya kepada Tuhan.
Selanjutnya untuk "memiliki bumi" berarti ‘diberkati oleh Tuhan’.
Tuhan berjanji untuk memberikan tanah Kanaan kepada Abraham (Kej 12:1-3,7). Selama ratusan tahun janji itu diulang-ulang kepada bangsa Israel. Akhirnya kata-kata ‘memiliki / mewarisi tanah’ menjadi suatu ungkapan yang artinya ‘menerima berkat Tuhan’ atau‘diberkati oleh Tuhan’. Karena itu istilah ‘mewarisi bumi’ atau ‘mewarisi negeri’ muncul berulang-ulang, seperti dalam Maz 37:9,11,22,29,34 Yes 57:13.
Silahkan dibaca ayat-ayat tersebut maka disitu akan dilihat dengan jelas bahwa istilah ‘mewarisi bumi / negeri’ memang bisa diartikan ‘diberkati oleh Tuhan’.
Trmhksh
HapusWow
BalasHapus