PEKABARAN INJIL SEBAGAI UPAYA GEREJA DALAM MEMBERITAKAN TANDA-TANDA
KERAJAAN ALLAH
[1]
(Pdt.
Yonatan Wijayanto – utusan Gereja Kristen Indonesia)
PEKABARAN
INJIL DALAM PANDANGAN YESUS KRISTUS
Pekabaran Injil pada
dasarnya merupakan satu bagian yang menjadi tanggung jawab seluruh orang
Kristen, sebab Kristus sendiri hadir di tengah dunia dalam rangka memberitakan
Injil kepada dunia. Kehadiran-Nya di dalam dunia dihayati sebagai usaha untuk
memberitakan Injil, sebagaimana yang ditulis dalam Markus 1: 38, “…Aku
memberitakan Injil, karena untuk itu Aku datang…”. Tetapi apa yang dimaksud
Kristus dengan kata ‘Injil; di sini? Kata ‘Injil’ dalam pandangan Kristus dapat
diartikan sebagai kabar baik tentang
kedatangan Kerajaan Allah. Hal
ini tersirat dalam perkataan-Nya yang ditulis oleh Lukas dalam Lukas 4: 18-19
yang menyatakan “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk
menyampaikan kabar baik kepada kepada
orang-orang miskin; dan Ia mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada
orang-orang tawanan, dan pengelihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan
orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah
datang.” Jadi dengan demikian, sebenarnya dapat kita simpulkan bahwa dalam
pandangan Yesus Kristus, Pekabaran Injil adalah upaya untuk memberitakan kabar
baik tentang kedatangan Kerajaan Allah dengan segala tanda-tandanya kepada
dunia. [2]
Pekabaran Injil yang
semacam inilah yang oleh Yesus Kristus dinubuatkan akan dilanjutkan sebagai
‘keharusan’ sejarah untuk diberitakan sebelum akhir zaman tiba, sebagaimana
yang dituliskan dalam Markus 13: 10, “…tetapi Injil harus diberitakan dahulu
kepada semua bangsa…”. Sebab itu, dalam rangka mengisi masa antara kedatangan
Yesus Kristus sampai akhir zaman, Dia memberikan perintah pemberitaan Injil
yang dituliskan dalam Matius 28: 19-20, “…Pergilah, jadikanlah semua bangsa
murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan
ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu…”.
Perintah Tuhan Yesus Kristus ini pada hakekatnya adalah sebuah perintah untuk
‘memuridkan’ (mengajar melakukan perintah Yesus Kristus) dan ‘membaptiskan’ (sebagaimana
yang dilakukan Yesus Kristus sejak awal kegiatan pelayanan-Nya), sehingga orang
dapat mengenal dan merasakan tanda-tanda kedatangan Kerajaan Allah dalam
hidupnya.
REALITA PEKABARAN INJIL MASA KINI
Pada masa sekarang ini,
– sebagai Gereja – kita meyakini bahwa Pekabaran Injil yang sekarang ini kita
lakukan adalah wujud ketaatan kita kepada Yesus Kristus yang telah memberikan
perintah untuk melakukan Pekabaran Injil ke seluruh dunia. Tetapi apakah
keyakinan tersebut disertai dengan kesadaran yang benar akan konsep dan
pemahaman Pekabaran Injil yang dipegang Yesus Kristus ketika Dia hadir di dunia
sebagai manusia?
Merujuk pada penjelasan
di atas, sebenarnya menurut konsep dan pemahaman Kristus, Pekabaran Injil
adalah bagian dari Misi Allah (Missio
Dei) untuk memperluas Kerajaan-Nya. Kerajaan Allah tidaklah identik dengan
gereja. Kerajaan Allah adalah kondisi kehidupan di mana Allah menjadi Raja di
atas segala raja. Gereja, sebagai umat Allah, dipanggil untuk berperan serta
dalam mewujudkan tanda-tanda Kerajaan Allah dengan melakukan Pekabaran Injil
sesuai dengan talenta yang dikaruniakan Allah kepadanya.
Namun dalam sejarah
perkembangan Kekristenan di Indonesia tercatat bahwa Pekabaran Injil yang
seharusnya menjadi sebuah upaya Gereja untuk meneruskan karya Kristus yang
mengabarkan kabar baik tentang kedatangan Kerajaan Allah, justru dijadikan alat
bagi Gereja untuk melakukan ekspansi bagi dirinya sendiri. Pekabaran Injil seakan-akan
menjadi senjata utama dan ujung tombak bagi Gereja dalam upayanya menambah
jumlah anggota dan memperluas kekuasaannya. Hal ini ditandai oleh perameter yang digunakan untuk menilai
keberhasilan sebuah uapaya Pekabaran Injil. Kerapkali pada masa sekarang ini, kita
menilai keberhasilan sebuah Pekabaran Injil dari sisi kuantitas. Gereja
dikatakan berhasil dalam melakukan Pekabaran Injil, jikalau gereja itu mampu
membuka cabang di banyak tempat bahkan di pelosok-pelosok negeri sekalipun.
Gereja yang berhasil melakukan Pekabaran Injil adalah gereja yang ketika
melakukan kebaktian atau ibadah dihadiri oleh ribuan atau bahkan puluhan ribu
orang. Semua penilaian keberhasilan agaknya diarahkan hanya pada
kalkulasi-matematis. Tentu, melakukan Pekabaran Injil untuk menambah jumlah
anggota Gereja tidaklah sepenuhnya salah. Tetapi kita juga harus menyadari
bahwa akhir-akhir ini, kita sering menjumpai dampak negatif yang ditimbulkan
dari semangat Pekabaran Injil yang semacam itu, antara lain: munculnya
kecurigaan pada masyarakat yang berbeda keyakinan dengan kita terhadap
munculnya gereja di lingkungannya. Dalam tubuh gereja sendiri ada nuansa
persaingan bahkan kecurigaan antara satu gereja dengan gereja lain. Tarik
menarik anggota gereja agaknya menjadi satu permasalahan yang akhir-akhir ini
mewarnai kehidupan gereja kita.
Berdasarkan pada
realita yang demikian ini, terlihat bahwa telah terjadi pergeseran pemahaman
atau pandangan tentang Pekabaran Injil. Adapun pergeseran pemahaman itu secara
umum dapat kita lihat pada tabel berikut ini[3]:
Pekabaran Injil “Kerajaan Allah”
(yang Kristus lakukan)
|
Pekabaran Injil
(dalam realita masa kini)
|
|
MISI
|
Panggilan Allah, demi
cinta kepada sesama, tawaran dan undangan untuk mengalami kasih dan
pertolongan Allah
|
Melakukan tuntutan
agama dan/atau pemimpin agama
|
TINDAKAN
|
Mengantar orang dan
masyarakat mengalami cinta kasih, pertolongan Allah, dan menjadi warga
Kerajaan Allah
|
Memasukkan orang lain
ke agama kita: ‘kristenisasi’ atau “memenangkan jiwa”
|
HASIL
|
Terwujudnya
tanda-tanda Kerajaan Allah: cinta-kasih, kesejahteraan-keadilan, dan
perdamaian
|
Pertambahan jumlah
pemeluk agama/anggota gereja
|
TUJUAN
|
Allah makin besar!
Gereja = sarana,
Gereja hanyalah hamba Allah.
|
Agama/Gereja sendiri
semakin menjadi besar dan berkuasa
|
SASARAN
|
Tranformasi individu
dan sosial (masyarakat dan dunia), lebih pada aspek kualitas.
|
Pertobatan individu
(kuantitas)
|
Berangkat dari
kesadaran akan kenyataan yang demikian ini, maka kami mencoba untuk
mengungkapkan apa yang ada dalam pemahaman kami tentang Pekabaran Injil dan
bagaimana kami mengimplementasikannya dalam kehidupan kami sebagai gereja.
PEKABARAN
INJIL BUKAN UPAYA ‘KRISTENISASI’/PENAMBAHAN ANGGOTA, TETAPI UPAYA PENGAMALAN
NILAI-NILAI KERAJAAN ALLAH
Kata ‘Kristeniasi’ pada awalnya merupakan klaim
orang yang beragama non Kristen terhadap upaya Pekabaran Injil yang dilakukan
oleh orang-orang yang beragama Kristen. Mengapa klaim/tuduhan semacam ini
muncul, tentu berangkat dari pengalaman sejarah yang pernah terjadi di negeri
kita ini. Pada masa lalu, ketika kekristenan masuk di Indonesia, Pekabaran
Injil memang dipahami dalam pemahaman yang sangat sempit, yaitu sebagai upaya
orang yang beragama Kristen untuk mengarahkan orang yang belum beragama Kristen,
mememeluk agama Kristen. Pendirian sekolah, lembaga-lembaga sosial, dan
kegiatan-kegiatan pelayanan kemasyarakatan yang dilakukan oleh gereja pada masa
lalu, seringkali dijiwai oleh semangat untuk menjaring jiwa-jiwa baru.
Memang tidak dapat dipungkiri, pada satu
sisi, usaha-usaha ini membuahkan hasil yang baik bagi pertumbuhan agama Kristen
di Indonesia (khususnya pada era kolonialisme). Tapi pada sisi yang lain, usaha
ini justru menjadi satu usaha yang merusak dan menghancurkan relasi kita dengan
orang-orang yang beragama lain. Dampak negatif dari gerakan-gerakan Pekabaran
Injil di masa lalu itu, ternyata juga masih dapat kita rasakan pada masa
sekarang. Kehadiran gereja justru tidak
dapat dirasakan manfaatnya dengan baik oleh orang lain. Kenyataan yang ada,
ketika gereja hadir untuk melakukan pelayanan kemasyarakatan, seringkali yang
muncul adalah kecurigaan dan pra-sangka yang didasarkan pada pengalaman masa
lalu. Kehadiran gereja tidak lagi dipandang sebagai berkat bagi orang lain yang
ada di sekitarnya .
Dalam konteks demikian, Pekabaran Injil seharusnya
tidak lagi dipahami sebagai upaya gereja untuk menambah jumlah orang yang
beragama Kristen. Pekabaran Injil, seharusnya dipahami sebagai upaya gereja
dalam mengamalkan nilai-nilai Kerajaan Allah yang diyakininya. Dengan pemahaman
yang semacam itu, maka Pekabaran Injil dapat dilaksanakan dalam semangat
keterbukaan untuk membangun relasi dan kerjasama dengan pihak-pihak lain yang
mempunyai kepentingan untuk mewujudkan nilai-nilai yang sama. Bukankah
nilai-nilai Kerajaan Allah, seperti: kasih, kedamaian, kesejahteraan, keadilan,
dsb merupakan nilai-nilai yang oleh banyak orang dipandang sebagai nilai-nilai yang
baik dan pantas untuk diperjuangkan? Sebab itulah, menurut hemat kami, ketika
gereja memahami Pekabaran Injil sebagai pengamalan nilai-nilai Kerajaan Allah,
maka kehadiran gereja benar-benar akan dapat dirasakan manfaatnya oleh orang
lain.
Pekabaran Injil yang dipahami sebagai
upaya pengamalan nilai-nilai Kerajaan Allah, ukuran keberhasilannya bukanlah
terletak pada bertambah atau tidaknya jumlah orang Kristen, melainkan apakah masyarakat
hidup dalam sikap dan perilaku yang dijiwai nilai-nilai Kerajaan Allah atau
tidak. Pekabaran Injil yang semacam ini menjadi berhasil ketika ketidakadilan,
kekerasan, kemiskinan, kecurangan, pementingan diri, dan nilai-nilai lain yang
bertentangan dengan nilai-nilai Kerajaan Allah menjadi berkurang di negeri ini.
Dengan memperjuangkan terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah, kehadiran gereja
dengan sendirinya akan dipandang sebagai berkat bagi masyarakat umum.
Hal inilah yang selama ini juga digumuli
oleh GKI dalam langkah pertumbuhannya. Gerakan-gerakan Pekabaran Injil di
lingkungan GKI tidak lagi diarahkan menuju pada upaya mengkristenkan orang,
melainkan menuju pada upaya pengamalan nilai-nilai Kerajaan Allah, sebagaimana
yang tercermin dalam Mukadimah Tata Gereja GKI alinea 10:
“dalam kebersamaan yang dijiwai
oleh iman Kristen serta semangat persatuan dan kesatuan bangsa, GKI membuka
diri untuk bekerjasama dan berdialog dengan gereja-gereja lain, pemerintah,
serta kelompok-kelompok yang ada di dalam masyarakat, guna mengusahakan
kesejahteraan, keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan bagi seluruh rakyat
Indonesia.” [4]
Pernyataan ini dijelaskan dalam bagian
Penjelasan Tentang Mukadimah sebagai berikut:
GKI terpanggil
untuk mengusahakan kesejahteraan-yaitu syallom-yang berisikan keadilan,
perdamaian, dan keutuhan seluruh ciptaan. Untuk mewujudkannya GKI harus membuka
diri bersedia bekerjasama dan berdialog dengan semua pihak dan golongan yang
berkemauan baik. Mengusahakan keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan adalah
tiga (3) sisi misioner yang saling terkait dan tak terpisahkan. Perdamaian yang
GKI perjuangkan adalah perdamaian yang berkeadilan bukan sekedar keadaan status
quo. Keadilan yang GKI upayakan adalah keadilan yang memperdamaikan, bukan yang
justru mempertentangkan satu kelompok dengan kelompok yang lain dan antara satu
golongan dengan golongan yang lain. Dan akhirnya, keadilan dan perdamaian itu
bukan hanya antar manusia saja, melainkan keadilan dan perdamaian di dalam
konteks keutuhan seluruh ciptaan Allah.
[5]
Berdasarkan pada
pemahaman itulah, maka dalam pertumbuhan dan perkembangan pelayanan GKI, Usaha
Pekabaran Injil tetap dilakukan, tetapi dengan satu bentuk yang baru, yaitu:
1. Pekabaran Injil tidak hanya dilakukan lewat kata-kata/penginjilan verbal saja, melainkan yang lebih utama dengan satu bentuk tindakan nyata sesuai dengan amanat Firman Tuhan. Kami mencoba untuk melakukan sosialisasi pemahaman ini kepada seluruh anggota gereja, melalui kotbah/renungan/pengajaran katekisasi. Hal ini kami lakukan sesuai dengan pemahaman kami bahwa seluruh anggota gereja adalah pelaku Pekabaran Injil dalam kehidupan sehari-hari mereka di tengah masyarakat.[6]2. Pekabaran Injil tidak ditangani oleh satu Lembaga/Departemen/Komisi tersendiri. Usaha Pekabaran Injil digabung dengan upaya pelayanan gereja kepada masyarakat. Departemen/Komisi yang menanganinya disebut dengan Departemen/Komisi Kesaksian dan Pelayanan. Melalui Departemen/Komisi ini dirancang bentuk-bentuk pelayanan kepada masyarakat sebagai wujud kesaksian gereja kepada dunia.3. Pekabaran Injil dilakukan dalam semangat keterbukaan dengan membangun jejaring atau kerjasama dengan banyak pihak yang mempunyai kepentingan yang sama dengan masalah yang sedang dihadapi. Selama ini, kerjasama banyak dibangun dengan Gereja-Gereja lain, penganut agama lain, LSM-LSM, dsb. Contohnya:
a) Terkait
dengan kerinduan untuk menerapkan nilai kerukun dan kedamaian. Usaha ini
dilakukan dalam kerjasama dengan lembaga-lembaga keagamaan yang lain, yang ada
di negeri ini, untuk mengadakan dialog lintas iman.
b) Masalah
keadilan dan kepedulian Allah bagi kaum miskin dan kaum marginal. Kami memiliki
YBKS (Yayasan Bimbingan Kesejahteraan
Sosial) yang bergerak menangani masalah-masalah diakonia transformatif bagi
kelompok masyarakat yang semacam itu. Selama ini, YBKS telah melakukan banyak
pendampingan pada kaum buruh, masyarakat pedesaan, dan masyarakat kelas bawah
untuk memperjuangkan hak hidup dan keadilan bagi mereka. Upaya ini banyak
dilakukan dalam kerjasama dengan berbagai pihak, misalnya dengan SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia),
kelompok-kelompok petani yang ada di pedesaan, Gereja-Gereja, dan LSM-LSM yang
lain.
c) Dalam
rangka memberitakan kepedulian Allah bagi para korban bencana alam. Kami
membentuk GKI (Gerakan Kemanusiaan
Indonesia), satu badan pelayanan yang bergerak pada pedampingan orang-orang
yang sedang menderita karena bencana alam. Yang menarik, pelayanan yang
dilakukan Tim GKI bukan hanya di dalam negeri saja, melainkan juga di luar
negeri. Di dalam negeri Tim GKI melakukan pelayanan dari Sabang sampai Merauke.
Di luar negeri, Tim GKI mengirimkan bantuan dana bagi pelayanan yang dilakukan
oleh CRWRC untuk korban bencana alam di Haiti dan di Chili. Melalui kiprahnya
itu, GKI ingin menyampaikan pesan kepada dunia bahwa “Allah tidak membedakan
orang” (Kis 10: 34). Allah mencintai semua orang![7]
d) Pemberitaan
Injil bagi korban bencana yang diakibatkan oleh manusia kami lakukan dengan
membentuk CC-GKI (Crisis Center Griya
Kalya Indonesia). Badan pelayanan ini memfokuskan diri pada “bencana
manusia” dengan melakukan advokasi dalam kasus-kasus hukum yang dialami gereja
dan umat lain. CC-GKI juga berupaya, melalui kerjasama dengan berbagai
organisasi masyarakat dan organisasi agama lainnya, mengeritisi berbagai produk
perundang-undangan yang diskriminatif, dan bekerja keras untuk meningkatkan
hubungan antar umat beragama.[8]
e) Bagi
masyarakat Kristen pada umumnya, kami juga melakukan Pekabaran Injil melalui
media masa dalam bentuk cetak maupun elektronik dengan membentuk YKB (Yayasan Komunikasi Bersama), yang
menerbitkan buku-buku renungan harian, kaset-kaset rohani, melakukan siaran
radio (dalam bentuk siraman rohani bagi umat Kristen), dsb. Hal ini kami
lakukan dalam rangka memberikan penguatan iman dalam menghadapi pergumulan
hidup sehari-hari.
Demkianlah yang dapat
kami sampaikan terkait dengan apa yang telah kami lakukan dalam upaya Pekabaran
Injil. Tentu kami menyadari bahwa apa yang kami lakukan masih sangat terbatas
dan penuh dengan kekurangan. Sebab itu, kami sangat terbuka membangun kerjasama
dengan semua pihak untuk saling melengkapi dan dilengkapi, demi terwujudnya
kehidupan yang penuh dengan damai-sejahtera di bumi kita tercinta ini.
Wisma
Sukowati, Akhir Oktober 2011
[1] Disampaikan dalam sessi : Sharing Pengalaman pada acara “Konsultasi Nasional Pekabaran Injil 2011”
di Hotel Gracia, Semarang, tanggal 8-11 November 2011.
[2] BPMS GKI, “VISI dan MISI Gereja Kristen Indonesia 2002-2010”, (Jakarta:BPMS
GKI, 2004), hal. 16.
[3] Tabel ini dibuat oleh
rekan-rekan kami,yang melayani sebagai Pendeta Tugas Khusus Sinode Wilayah
untuk Lembaga Pembinaan dan Pengaderan Sinode GKJ-GKI Sinode Wilayah Jawa
Tengah, yakni Pdt. Widi Artanto, M.Th. dan Pdt. Addi S. Patriabara, M.Th.
[4] Badan Pekerja Majelis Sinode
GKI, “Tata Gereja dan Tata Laksana Gereja
Kristen Indonesia”, (Jakarta: BPMS GKI, 2009), hal. 6.
[5] sda, hal. 15.
[6] Badan Pekerja Majelis Sinode
GKI, “Tata Gereja dan Tata Laksana Gereja
Kristen Indonesia”, (Jakarta: BPMS GKI, 2009), hal. 12.
[7] BPMS GKI, “Akta Persidangan XVII Majelis Sinode Gereja Kristen Indonesia”,
(Jakarta: BPMS GKI, 2010), hal. 201.
[8] sda, hal. 202
Pekabaran Injil berkembang pesat di Indonesia
BalasHapus