SUDAHKAH ANDA BERDOA DAN MENYAPA TUHAN HARI INI?

Senin, 12 Maret 2012

TENTANG PEKABARAN INJIL

PEKABARAN INJIL SEBAGAI UPAYA GEREJA DALAM MEMBERITAKAN TANDA-TANDA KERAJAAN ALLAH [1]

(Pdt. Yonatan Wijayanto – utusan Gereja Kristen Indonesia)

PEKABARAN INJIL DALAM PANDANGAN YESUS KRISTUS

Pekabaran Injil pada dasarnya merupakan satu bagian yang menjadi tanggung jawab seluruh orang Kristen, sebab Kristus sendiri hadir di tengah dunia dalam rangka memberitakan Injil kepada dunia. Kehadiran-Nya di dalam dunia dihayati sebagai usaha untuk memberitakan Injil, sebagaimana yang ditulis dalam Markus 1: 38, “…Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku datang…”. Tetapi apa yang dimaksud Kristus dengan kata ‘Injil; di sini? Kata ‘Injil’ dalam pandangan Kristus dapat diartikan sebagai kabar baik tentang kedatangan Kerajaan Allah. Hal ini tersirat dalam perkataan-Nya yang ditulis oleh Lukas dalam Lukas 4: 18-19 yang menyatakan “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik kepada  kepada orang-orang miskin; dan Ia mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan pengelihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.” Jadi dengan demikian, sebenarnya dapat kita simpulkan bahwa dalam pandangan Yesus Kristus, Pekabaran Injil adalah upaya untuk memberitakan kabar baik tentang kedatangan Kerajaan Allah dengan segala tanda-tandanya kepada dunia. [2]

Pekabaran Injil yang semacam inilah yang oleh Yesus Kristus dinubuatkan akan dilanjutkan sebagai ‘keharusan’ sejarah untuk diberitakan sebelum akhir zaman tiba, sebagaimana yang dituliskan dalam Markus 13: 10, “…tetapi Injil harus diberitakan dahulu kepada semua bangsa…”. Sebab itu, dalam rangka mengisi masa antara kedatangan Yesus Kristus sampai akhir zaman, Dia memberikan perintah pemberitaan Injil yang dituliskan dalam Matius 28: 19-20, “…Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu…”. Perintah Tuhan Yesus Kristus ini pada hakekatnya adalah sebuah perintah untuk ‘memuridkan’ (mengajar melakukan perintah Yesus Kristus) dan ‘membaptiskan’ (sebagaimana yang dilakukan Yesus Kristus sejak awal kegiatan pelayanan-Nya), sehingga orang dapat mengenal dan merasakan tanda-tanda kedatangan Kerajaan Allah dalam hidupnya.
REALITA PEKABARAN INJIL MASA KINI
Pada masa sekarang ini, – sebagai Gereja – kita meyakini bahwa Pekabaran Injil yang sekarang ini kita lakukan adalah wujud ketaatan kita kepada Yesus Kristus yang telah memberikan perintah untuk melakukan Pekabaran Injil ke seluruh dunia. Tetapi apakah keyakinan tersebut disertai dengan kesadaran yang benar akan konsep dan pemahaman Pekabaran Injil yang dipegang Yesus Kristus ketika Dia hadir di dunia sebagai manusia?

Merujuk pada penjelasan di atas, sebenarnya menurut konsep dan pemahaman Kristus, Pekabaran Injil adalah bagian dari Misi Allah (Missio Dei) untuk memperluas Kerajaan-Nya. Kerajaan Allah tidaklah identik dengan gereja. Kerajaan Allah adalah kondisi kehidupan di mana Allah menjadi Raja di atas segala raja. Gereja, sebagai umat Allah, dipanggil untuk berperan serta dalam mewujudkan tanda-tanda Kerajaan Allah dengan melakukan Pekabaran Injil sesuai dengan talenta yang dikaruniakan Allah kepadanya.

Namun dalam sejarah perkembangan Kekristenan di Indonesia tercatat bahwa Pekabaran Injil yang seharusnya menjadi sebuah upaya Gereja untuk meneruskan karya Kristus yang mengabarkan kabar baik tentang kedatangan Kerajaan Allah, justru dijadikan alat bagi Gereja untuk melakukan ekspansi bagi dirinya sendiri. Pekabaran Injil seakan-akan menjadi senjata utama dan ujung tombak bagi Gereja dalam upayanya menambah jumlah anggota dan memperluas kekuasaannya. Hal ini ditandai oleh perameter yang digunakan untuk menilai keberhasilan sebuah uapaya Pekabaran Injil. Kerapkali pada masa sekarang ini, kita menilai keberhasilan sebuah Pekabaran Injil dari sisi kuantitas. Gereja dikatakan berhasil dalam melakukan Pekabaran Injil, jikalau gereja itu mampu membuka cabang di banyak tempat bahkan di pelosok-pelosok negeri sekalipun. Gereja yang berhasil melakukan Pekabaran Injil adalah gereja yang ketika melakukan kebaktian atau ibadah dihadiri oleh ribuan atau bahkan puluhan ribu orang. Semua penilaian keberhasilan agaknya diarahkan hanya pada kalkulasi-matematis. Tentu, melakukan Pekabaran Injil untuk menambah jumlah anggota Gereja tidaklah sepenuhnya salah. Tetapi kita juga harus menyadari bahwa akhir-akhir ini, kita sering menjumpai dampak negatif yang ditimbulkan dari semangat Pekabaran Injil yang semacam itu, antara lain: munculnya kecurigaan pada masyarakat yang berbeda keyakinan dengan kita terhadap munculnya gereja di lingkungannya. Dalam tubuh gereja sendiri ada nuansa persaingan bahkan kecurigaan antara satu gereja dengan gereja lain. Tarik menarik anggota gereja agaknya menjadi satu permasalahan yang akhir-akhir ini mewarnai kehidupan gereja kita.    

Berdasarkan pada realita yang demikian ini, terlihat bahwa telah terjadi pergeseran pemahaman atau pandangan tentang Pekabaran Injil. Adapun pergeseran pemahaman itu secara umum dapat kita lihat pada tabel berikut ini[3]:


Pekabaran Injil “Kerajaan Allah”
(yang Kristus lakukan)
Pekabaran Injil
(dalam realita masa kini)
MISI
Panggilan Allah, demi cinta kepada sesama, tawaran dan undangan untuk mengalami kasih dan pertolongan Allah
Melakukan tuntutan agama dan/atau pemimpin agama
TINDAKAN
Mengantar orang dan masyarakat mengalami cinta kasih, pertolongan Allah, dan menjadi warga Kerajaan Allah
Memasukkan orang lain ke agama kita: ‘kristenisasi’ atau “memenangkan jiwa”
HASIL
Terwujudnya tanda-tanda Kerajaan Allah: cinta-kasih, kesejahteraan-keadilan, dan perdamaian
Pertambahan jumlah pemeluk agama/anggota gereja
TUJUAN
Allah makin besar!
Gereja = sarana, Gereja hanyalah hamba Allah.
Agama/Gereja sendiri semakin menjadi besar dan berkuasa
SASARAN
Tranformasi individu dan sosial (masyarakat dan dunia), lebih pada aspek kualitas.
Pertobatan individu (kuantitas)

Berangkat dari kesadaran akan kenyataan yang demikian ini, maka kami mencoba untuk mengungkapkan apa yang ada dalam pemahaman kami tentang Pekabaran Injil dan bagaimana kami mengimplementasikannya dalam kehidupan kami sebagai gereja.

PEKABARAN INJIL BUKAN UPAYA ‘KRISTENISASI’/PENAMBAHAN ANGGOTA, TETAPI UPAYA PENGAMALAN NILAI-NILAI KERAJAAN ALLAH
Kata ‘Kristeniasi’ pada awalnya merupakan klaim orang yang beragama non Kristen terhadap upaya Pekabaran Injil yang dilakukan oleh orang-orang yang beragama Kristen. Mengapa klaim/tuduhan semacam ini muncul, tentu berangkat dari pengalaman sejarah yang pernah terjadi di negeri kita ini. Pada masa lalu, ketika kekristenan masuk di Indonesia, Pekabaran Injil memang dipahami dalam pemahaman yang sangat sempit, yaitu sebagai upaya orang yang beragama Kristen untuk mengarahkan orang yang belum beragama Kristen, mememeluk agama Kristen. Pendirian sekolah, lembaga-lembaga sosial, dan kegiatan-kegiatan pelayanan kemasyarakatan yang dilakukan oleh gereja pada masa lalu, seringkali dijiwai oleh semangat untuk menjaring jiwa-jiwa baru.

Memang tidak dapat dipungkiri, pada satu sisi, usaha-usaha ini membuahkan hasil yang baik bagi pertumbuhan agama Kristen di Indonesia (khususnya pada era kolonialisme). Tapi pada sisi yang lain, usaha ini justru menjadi satu usaha yang merusak dan menghancurkan relasi kita dengan orang-orang yang beragama lain. Dampak negatif dari gerakan-gerakan Pekabaran Injil di masa lalu itu, ternyata juga masih dapat kita rasakan pada masa sekarang.  Kehadiran gereja justru tidak dapat dirasakan manfaatnya dengan baik oleh orang lain. Kenyataan yang ada, ketika gereja hadir untuk melakukan pelayanan kemasyarakatan, seringkali yang muncul adalah kecurigaan dan pra-sangka yang didasarkan pada pengalaman masa lalu. Kehadiran gereja tidak lagi dipandang sebagai berkat bagi orang lain yang ada di sekitarnya .

Dalam konteks demikian, Pekabaran Injil seharusnya tidak lagi dipahami sebagai upaya gereja untuk menambah jumlah orang yang beragama Kristen. Pekabaran Injil, seharusnya dipahami sebagai upaya gereja dalam mengamalkan nilai-nilai Kerajaan Allah yang diyakininya. Dengan pemahaman yang semacam itu, maka Pekabaran Injil dapat dilaksanakan dalam semangat keterbukaan untuk membangun relasi dan kerjasama dengan pihak-pihak lain yang mempunyai kepentingan untuk mewujudkan nilai-nilai yang sama. Bukankah nilai-nilai Kerajaan Allah, seperti: kasih, kedamaian, kesejahteraan, keadilan, dsb merupakan nilai-nilai yang oleh banyak orang dipandang sebagai nilai-nilai yang baik dan pantas untuk diperjuangkan? Sebab itulah, menurut hemat kami, ketika gereja memahami Pekabaran Injil sebagai pengamalan nilai-nilai Kerajaan Allah, maka kehadiran gereja benar-benar akan dapat dirasakan manfaatnya oleh orang lain.

Pekabaran Injil yang dipahami sebagai upaya pengamalan nilai-nilai Kerajaan Allah, ukuran keberhasilannya bukanlah terletak pada bertambah atau tidaknya jumlah orang Kristen, melainkan apakah masyarakat hidup dalam sikap dan perilaku yang dijiwai nilai-nilai Kerajaan Allah atau tidak. Pekabaran Injil yang semacam ini menjadi berhasil ketika ketidakadilan, kekerasan, kemiskinan, kecurangan, pementingan diri, dan nilai-nilai lain yang bertentangan dengan nilai-nilai Kerajaan Allah menjadi berkurang di negeri ini. Dengan memperjuangkan terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah, kehadiran gereja dengan sendirinya akan dipandang sebagai berkat bagi masyarakat umum.

Hal inilah yang selama ini juga digumuli oleh GKI dalam langkah pertumbuhannya. Gerakan-gerakan Pekabaran Injil di lingkungan GKI tidak lagi diarahkan menuju pada upaya mengkristenkan orang, melainkan menuju pada upaya pengamalan nilai-nilai Kerajaan Allah, sebagaimana yang tercermin dalam Mukadimah Tata Gereja GKI alinea 10:
“dalam kebersamaan yang dijiwai oleh iman Kristen serta semangat persatuan dan kesatuan bangsa, GKI membuka diri untuk bekerjasama dan berdialog dengan gereja-gereja lain, pemerintah, serta kelompok-kelompok yang ada di dalam masyarakat, guna mengusahakan kesejahteraan, keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan bagi seluruh rakyat Indonesia.” [4]
Pernyataan ini dijelaskan dalam bagian Penjelasan Tentang Mukadimah sebagai berikut:
GKI terpanggil untuk mengusahakan kesejahteraan-yaitu syallom-yang berisikan keadilan, perdamaian, dan keutuhan seluruh ciptaan. Untuk mewujudkannya GKI harus membuka diri bersedia bekerjasama dan berdialog dengan semua pihak dan golongan yang berkemauan baik. Mengusahakan keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan adalah tiga (3) sisi misioner yang saling terkait dan tak terpisahkan. Perdamaian yang GKI perjuangkan adalah perdamaian yang berkeadilan bukan sekedar keadaan status quo. Keadilan yang GKI upayakan adalah keadilan yang memperdamaikan, bukan yang justru mempertentangkan satu kelompok dengan kelompok yang lain dan antara satu golongan dengan golongan yang lain. Dan akhirnya, keadilan dan perdamaian itu bukan hanya antar manusia saja, melainkan keadilan dan perdamaian di dalam konteks keutuhan seluruh ciptaan Allah. [5]
Berdasarkan pada pemahaman itulah, maka dalam pertumbuhan dan perkembangan pelayanan GKI, Usaha Pekabaran Injil tetap dilakukan, tetapi dengan satu bentuk yang baru, yaitu:


1.      Pekabaran Injil tidak hanya dilakukan lewat kata-kata/penginjilan verbal saja, melainkan yang lebih utama dengan satu bentuk tindakan nyata sesuai dengan amanat Firman Tuhan. Kami mencoba untuk melakukan sosialisasi pemahaman ini kepada seluruh anggota gereja, melalui kotbah/renungan/pengajaran katekisasi. Hal ini kami lakukan sesuai dengan pemahaman kami bahwa seluruh anggota gereja adalah pelaku Pekabaran Injil dalam kehidupan sehari-hari mereka di tengah masyarakat.[6]

2.      Pekabaran Injil tidak ditangani oleh satu Lembaga/Departemen/Komisi tersendiri. Usaha Pekabaran Injil digabung dengan upaya pelayanan gereja kepada masyarakat. Departemen/Komisi yang menanganinya disebut dengan Departemen/Komisi Kesaksian dan Pelayanan. Melalui Departemen/Komisi ini dirancang bentuk-bentuk pelayanan kepada masyarakat sebagai wujud kesaksian gereja kepada dunia.

3.     Pekabaran Injil dilakukan dalam semangat keterbukaan dengan membangun jejaring atau kerjasama dengan banyak pihak yang mempunyai kepentingan yang sama dengan masalah yang sedang dihadapi. Selama ini, kerjasama banyak dibangun dengan Gereja-Gereja lain, penganut agama lain, LSM-LSM, dsb. Contohnya:

a)      Terkait dengan kerinduan untuk menerapkan nilai kerukun dan kedamaian. Usaha ini dilakukan dalam kerjasama dengan lembaga-lembaga keagamaan yang lain, yang ada di negeri ini, untuk mengadakan dialog lintas iman.

b)      Masalah keadilan dan kepedulian Allah bagi kaum miskin dan kaum marginal. Kami memiliki YBKS (Yayasan Bimbingan Kesejahteraan Sosial) yang bergerak menangani masalah-masalah diakonia transformatif bagi kelompok masyarakat yang semacam itu. Selama ini, YBKS telah melakukan banyak pendampingan pada kaum buruh, masyarakat pedesaan, dan masyarakat kelas bawah untuk memperjuangkan hak hidup dan keadilan bagi mereka. Upaya ini banyak dilakukan dalam kerjasama dengan berbagai pihak, misalnya dengan SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia), kelompok-kelompok petani yang ada di pedesaan, Gereja-Gereja, dan LSM-LSM yang lain.

c)      Dalam rangka memberitakan kepedulian Allah bagi para korban bencana alam. Kami membentuk GKI (Gerakan Kemanusiaan Indonesia), satu badan pelayanan yang bergerak pada pedampingan orang-orang yang sedang menderita karena bencana alam. Yang menarik, pelayanan yang dilakukan Tim GKI bukan hanya di dalam negeri saja, melainkan juga di luar negeri. Di dalam negeri Tim GKI melakukan pelayanan dari Sabang sampai Merauke. Di luar negeri, Tim GKI mengirimkan bantuan dana bagi pelayanan yang dilakukan oleh CRWRC untuk korban bencana alam di Haiti dan di Chili. Melalui kiprahnya itu, GKI ingin menyampaikan pesan kepada dunia bahwa “Allah tidak membedakan orang” (Kis 10: 34). Allah mencintai semua orang![7]

d)     Pemberitaan Injil bagi korban bencana yang diakibatkan oleh manusia kami lakukan dengan membentuk CC-GKI (Crisis Center Griya Kalya Indonesia). Badan pelayanan ini memfokuskan diri pada “bencana manusia” dengan melakukan advokasi dalam kasus-kasus hukum yang dialami gereja dan umat lain. CC-GKI juga berupaya, melalui kerjasama dengan berbagai organisasi masyarakat dan organisasi agama lainnya, mengeritisi berbagai produk perundang-undangan yang diskriminatif, dan bekerja keras untuk meningkatkan hubungan antar umat beragama.[8]

e)   Bagi masyarakat Kristen pada umumnya, kami juga melakukan Pekabaran Injil melalui media masa dalam bentuk cetak maupun elektronik dengan membentuk YKB (Yayasan Komunikasi Bersama), yang menerbitkan buku-buku renungan harian, kaset-kaset rohani, melakukan siaran radio (dalam bentuk siraman rohani bagi umat Kristen), dsb. Hal ini kami lakukan dalam rangka memberikan penguatan iman dalam menghadapi pergumulan hidup sehari-hari.

Demkianlah yang dapat kami sampaikan terkait dengan apa yang telah kami lakukan dalam upaya Pekabaran Injil. Tentu kami menyadari bahwa apa yang kami lakukan masih sangat terbatas dan penuh dengan kekurangan. Sebab itu, kami sangat terbuka membangun kerjasama dengan semua pihak untuk saling melengkapi dan dilengkapi, demi terwujudnya kehidupan yang penuh dengan damai-sejahtera di bumi kita tercinta ini. 

Wisma Sukowati, Akhir Oktober 2011



[1] Disampaikan dalam sessi : Sharing Pengalaman pada acara “Konsultasi Nasional Pekabaran Injil 2011” di Hotel Gracia, Semarang, tanggal 8-11 November 2011.
[2] BPMS GKI, “VISI dan MISI Gereja Kristen Indonesia 2002-2010”, (Jakarta:BPMS GKI, 2004), hal. 16.
[3] Tabel ini dibuat oleh rekan-rekan kami,yang melayani sebagai Pendeta Tugas Khusus Sinode Wilayah untuk Lembaga Pembinaan dan Pengaderan Sinode GKJ-GKI Sinode Wilayah Jawa Tengah, yakni Pdt. Widi Artanto, M.Th. dan Pdt. Addi S. Patriabara, M.Th.
[4] Badan Pekerja Majelis Sinode GKI, “Tata Gereja dan Tata Laksana Gereja Kristen Indonesia”, (Jakarta: BPMS GKI, 2009), hal. 6.
[5] sda, hal. 15.
[6] Badan Pekerja Majelis Sinode GKI, “Tata Gereja dan Tata Laksana Gereja Kristen Indonesia”, (Jakarta: BPMS GKI, 2009), hal. 12.
[7] BPMS GKI, “Akta Persidangan XVII Majelis Sinode Gereja Kristen Indonesia”, (Jakarta: BPMS GKI, 2010), hal. 201.
[8] sda, hal. 202

1 komentar: