SUDAHKAH ANDA BERDOA DAN MENYAPA TUHAN HARI INI?

Sabtu, 18 Februari 2012

PERJUMPAAN YANG MENGUBAHKAN

PERJUMPAAN YANG MENGUBAHKAN
Minggu, 05 Februari 2012
Minggu Biasa
Warna Liturgis: Hijau

Bacaan I             : Yesaya 40: 21-31
Antar Bancaan  : Mazmur 147: 1-11, 20c
Bacaan II           : 1 Korintus 9: 16-23
Bacaan III          : Markus 1: 29-39

Ibadah merupakan suatu moment perjumpaan dengan Tuhan
 
Sebuah pertanyaan yang selalu menarik ditanyakan adalah “Untuk apa Anda setiap hari Minggu pergi ke Gereja?”, tentu dengan segera, Anda akan mejawab, “untuk beribadah kepada Tuhan”. Tapi jika pertanyaan ini kemudian dipertajam lagi dengan pertanyaan, “untuk apa Anda beribadah kepada Tuhan?” Maka apa jawaban Anda? Ketika sampai pada pertanyaan ini, tentunya kita mempunyai berbagai macam jawaban sesuai dengan pemahaman kita masing-masing. Ada orang yang mungkin memberi jawab, untuk menyembah Tuhan atau untuk memuji Tuhan atau untuk mendengarkan firman Tuhan atau untuk bersyukur kepada Tuhan atau untuk berdoa kepada Tuhan. Jawaban-jawaban tersebut tentu tidaklah salah, tetapi sadar atau tidak, jika kita perhatikan, jawaban-jawaban tersebut sebenarnya hanya mengungkapkan apa yang orang lakukan di dalam peribadahan di gereja. Lebih pada hal-hal mekanis atau hal-hal yang rutin terjadi dalam sebuah Ibadah dan belum menjawab essensi dari peribadahan itu sendiri. 

Ibadah pada hakekatnya merupakan perjumpaan antara Tuhan dengan umat-Nya, yang di dalamnya Allah berkenan menuntun umat untuk menjalani kehidupan dengan menyatakan firman-Nya dan umat diberi kesempatan untuk memuji Tuhan, mendengarkan firman Tuhan, bersyukur, dan berdoa. Ibadah bukan sekedar acara ritual keagamaan, melainkan betul-betul merupakan kesempatan khusus di mana  umat dapat berjumpa dan berkomunikasi dengan Tuhan. 

Namun sangat disayangkan, pada masa sekarang ini, agaknya ibadah itu sendiri tidak lagi mampu membawa perubahan dalam kehidupan umat Tuhan. Jika kita perhatikan dalam lingkungan kita, banyak orang pergi beribadah kepada Tuhan, tetapi pola kehidupannya juga tidak jauh berbeda dengan orang-orang yang tidak beribadah kepada Tuhan. Perbuatan-perbuatan yang tidak benar, tindakan-tindakan jahat, penghalalan segala cara dalam memperoleh nafkah, percabulan, perjudian, kekerasan, dsb tetap saja dilakukan oleh mereka yang mengaku dirinya taat beribadah kepada Tuhan. Ibadah pada masa sekarang ini, agaknya hanya sekedar menjadi sebuah rutinitas keagamaan dalam kehidupan manusia. Kalau orang mau melakukannya, hal itu semata-mata dipandang sebagai bentuk menjalankan kewajiban agama. Ibadah seakan-akan tidak lagi menjadi moment perjumpaan umat dengan Allah yang mengubahkan kehidupan umat menjadi lebih baik dan benar. Jika hal ini dibiarkan berlangsung terus menerus dan tidak segera dibenahi, maka akan datang saatnya, di mana Agama akan kehilangan perannya dalam menata kehidupan seluruh umat manusia. 

Lalu apa yang harus kita wujudkan agar peribadahan yang kita lakukan benar-benar mengubah kehidupan kita? Dalam hal inilah kita akan belajar dari ayat-ayat bacaan kita hari ini. Ada 3 hal yang harus terwujud dalam kehidupan kita selaku orang-orang yang beribadah. Adapun ketiga hal itu adalah: 
1. Menyadari akan kebesaran dan kuasa Tuhan
Dalam Yesaya 40: 21-31, Tuhan digambarkan sebagai Allah yang sangat berkuasa. Ia berkuasa atas alam, maupun atas umat manusia, termasuk para pembesar di bumi; Allah yang tidak dapat dibandingkan dengan apapun dan siapapun. Uraian mengenai kebesaran Allah ini menjawab pergumulan umat, sebagai mana terungkap dalam pertanyaan Tuhan kepada mereka; pertanyaan yang tidak dapat tidak harus dijawab, “tidak ada yang dapat disamakan dengan Allah”.
Tuhan mengingatkan umat dalam pembuangan untuk membuang jauh-jauh pikiran bahwa Tuhan sudah melupakan mereka, bahwa kuasa-Nya kurang dibandingkan dengan kuasa para raja yang menjajah mereka pada waktu itu. Umat Allah tidak perlu takut, merasa bahwa masalah dan kesukaran mereka terlalu besar, kuatir bahwa Tuhan tidak dapat mengatasi masalah dan kesukaran mereka, atau tidak dapat mengalahkan dan menghukum penindas mereka. Tuhan mereka tetap Allah yang Mahakuasa, yang tidak tertandingi; dan dalam kasih-Nya Ia tetap memerhatikan dan memedulikan umat-Nya yang ada dalam pembuangan. Ia akan bangkit dan memulihkan mereka, memberikan mereka kekuatan kembali.

Dari uraian kitab Yesaya 40: 21-31 ini kita dapat melihat bahwa kehadiran Allah dalam kehidupan umat, ditandai dengan adanya penghiburan dan penguatan yang Allah berikan kepada umat-Nya yang berada dalam pergumulan hidup. Hal itu pula yang nampak dalam setiap moment kehadiran Tuhan kita Yesus Kristus, yang dikisahkan dalam  Markus 1: 29-39. Kehadiran-Nya  di rumah ibu mertua Petrus, ternyata memberi jawab atas pergumulan yang sedang dihadapi oleh keluarga itu. Ibu mertua Petrus yang sedang sakit demam, segera mendapatkan kesembuhan. Bahkan banyak orang sakit dan kerasukan setan juga mendapatkan jalan keluar atas permasalahan yang mereka hadapi masing-masing. Mereka yang sakit mendapatkan kesembuhan dan mereka yang kerasukan setan  mendapat kelepasan.

Jika kehadiran Allah ditandai dengan hal yang demikian, maka ibadah yang menghantar umat untuk berjumpa dengan Allah seharusnya membuat orang yang datang beribadah dengan membawa pergumulannya; pulang dengan satu keyakinan bahwa ia akan dikuatkan dan dimampukan untuk menghadapi pergumulannya, sebab Allah yang Mahakuasa tetap ada untuk memerhatikan dan memedulikannya. Perasaan kuatir, takut, dan gelisah yang dirasakannya mulai digantikan dengan perasaan tenang dan yakin untuk  kembali berjalan di tengah kehidupan yang harus dilewatinya. Hal ini berarti juga bahwa perjumpaannya dengan Allah dalam peribadahan membuatnya mengalami perubahan dalam memandang hidup dan kesukarannya. Tidak lagi dalam perspektif yang melemahkan, tetapi dalam persektif yang menguatkan. Ia akan menyadari bahwa kebesaran dan kekuasaan Tuhan jauh melebihi segala permasalahan hidup yang sedang dihadapinya.

Bahkan dengan kesadarannya itu, ia akan dimampukan untuk bersaksi kepada orang lain tentang kebesaran dan kuasa Tuhan, sehingga orang lain juga mau datang untuk berjumpa dengan Tuhan lewat peribadahan yang kita lakukan. Sebagaimana yang terjadi dalam peristiwa pengusiran setan dan kesembuhan ibu mertua Petrus. Peristiwa itu mengakibatkan banyak orang datang kepada Tuhan Yesus untuk berjumpa dengan Dia (Markus 1: 29-39). Mengapa hal itu terjadi? Tentu tidak lepas dari peran orang-orang yang datang dalam peristiwa itu, yang kemudian memberitakan peristiwa yang mereka lihat dan alami kepada orang lain, sehingga membuat mereka mau datang kepada Tuhan Yesus. 

2. Memuji Tuhan dalam segala keadaan
Mazmur 147: 1-11, 20c yang kita baca ini sejak awal sampai akhir adalah mazmur puji-pujian. Mazmur ini dimulai dan diakhiri dengan pujian kepada Tuhan, ‘Haleluya’. Ungkapan ini ingin mengatakan bahwa hidup umat percaya hendaknya berisikan pujian kepada Tuhan, terlepas dari apapun yang dihadapi dan dialami umat percaya.

Mazmur 147 ini terdiri dari 3 bagian yang masing-masing bagiannya dimulai dengan ajakan untuk memuji Tuhan. Bagian pertama berisikan ajakan untuk memuji Tuhan karena Kebaikan-Nya atas Israel. Bagian kedua berisikan ajakan untuk memuji Tuhan karena pemeliharaan-Nya atas alam semesta. Sedangkan bagian ketiga berisikan ajakan untuk memuji Tuhan karena pemeliharaan-Nya atas Yerusalem.

Bagian yang kita baca hari ini termasuk dalam kelompok/bagian yang pertama dan bagian yang ketiga. Isi pujian tersebut menunjuk pada masa di mana umat Israel masih tercerai-berai, belum kembali ke tanah Palestina. Pada masa itu, umat Israel adalah umat yang patah hati dan terluka, karena mereka sedang menjalani masa pembuangan. Namun, mereka dipanggil untuk memuji Tuhan, terlepas dari situasi dan kondisi mereka yang mengenaskan. Pujian itu didasarkan bukan pada keadaan yang sedang mereka alami, melainkan didasarkan pada keyakinan akan kebaikan dan pemeliharaan Allah atas kehidupan mereka, sekalipun dalam keadaan yang tidak menyenangkan. 

Demikian pula seharusnya yang terjadi dalam diri orang-orang yang beribadah kepada Tuhan. Ibadah yang dilakukan di gereja-gereja seringkali berisikan ajakan kepada umat untuk menaikkan puji-pujian kepada Allah, sekalipun umat sedang dalam keadaan hidup yang tidak menyenangkan. Persoalannya adalah apakah kita memiliki kesediaan untuk mewujudkan kehidupan yang senantiasa mencerminkan pujian kita terhadap kebesaran dan kuasa Tuhan? Pujian yang diungkapkan oleh Sang Pemazmur dalam bacaan kita kali ini bukanlah sekedar bentuk pujian yang diungkapkan di mulut saja, melainkan sebuah pujian yang benar-benar keluar dari hati yang dipenuhi keyakinan atas kebaikan dan pemeliharaan Allah yang terjadi dalam kehidupannya. Bagaimana kita selama ini? Apakah kita juga menjalani kehidupan ini sebagai bentuk pujian kita kepada Allah, sekalipun sedang dalam kondisi yang susah?

3. Memiliki sikap yang terbuka (1 Korintus 9: 16-23)
Perjumpaan Paulus dengan Tuhan Yesus agaknya telah membawa perubahan yang cukup radikal dalam diri Paulus. Bukan hanya soal sikapnya terhadap para pengikut Kristus yang telah berubah seratus delapan puluh derajat. Tetapi, juga penerimaannya terhadap orang yang berbeda dengan dirinya. Dia yang dulu tidak bisa menghargai orang-orang yang berbeda dengan dirinya, semenjak berjumpa dengan Tuhan Yesus, ia menjadi pribadi yang dapat menerima keberadaan orang lain. Penerimaannya terhadap orang lain ini di dasari atas kesadaran akan perannya di tengah dunia sebagai duta Kristus. Ia sadar bahwa hanya dengan menerima keberadaan orang lain, dia akan dimampukan untuk memenangkan orang itu. Sikapnya yang terbuka membuat ia mampu untuk memberitakan kasih Allah kepada setiap orang, termasuk kepada mereka yang berbeda pandangan dengan dirinya.

Demikian pula dengan kita sebagai umat Allah pada masa sekarang. Perjumpaan kita dengan Allah dalam setiap peribadahan yang kita ikuti, seharusnya membuat kita memiliki sikap yang semakin terbuka. Dengan keterbukaan, kita akan dimampukan untuk membangun relasi dengan banyak orang. Sikap yang terbuka akan memudahkan kita untuk masuk dalam komunitas yang berbeda dengan kita dan ikut mewarnai keberadaan mereka dengan pandangan-pandangan Kristiani kita. Namun sayangnya, seringkali yang kita jumpai dalam hidup ini, semakin orang merasa diri memiliki kerohanian yang baik, semakin orang itu mencoba menutup diri dengan dunia atau orang-orang yang berbeda keyakinan dengan dirinya. Jika sikap yang demikian kita kembangkan terus, bagaimana mungkin kita mampu menjadi garam dan terang di tengah-tengah dunia ini? Apakah dengan menutup diri kita mampu untuk member kesaksian tentnag Kristus kepada mereka yang belum mengenal-Nya.

Sebab itu, marilah kita belajar untuk memiliki sikap yang terbuka dalam pergaulan di tengah-tengah kehidupan kita masing-masing. Perjumpaan kita dengan Allah pada dasarnya mendorong kita untuk semakin hidup dalam sikap yang terbuka dengan setiap sesama yang ada di lingkungan kita. Jika Tuhan telah mengubah Paulus yang begitu keras dan tertutup pada orang-orang yang berbeda dengan dirinya, Tuhan juga ingin mengajak kita untuk mengubah diri kita untuk menjadi pribadi yang terbuka dan mau bergaul dengan sesama kita.

Itulah tiga hal yang seharusnya terwujud dalam kehidupan setiap orang yang beribadah kepada Tuhan. Dengan ketiganya diharapkan kita mampu menunjukkan perubahan hidup sebagai bentuk tanggapan kita atas perjumpaan kita dengan Tuhan dalam setiap peribadahan. Kerajinan kita dalam beribadah tidak akan dapat berarti apa-apa bagi kehidupan ini, jika tidak disertai dengan kesediaan kita untuk mewujudkan perbuahan hidup sebagaimana yang Tuhan kehendaki. Selamat menjalani perubahan hidup. Tuhan memberkati. Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar