SUDAHKAH ANDA BERDOA DAN MENYAPA TUHAN HARI INI?

Sabtu, 17 Maret 2012

DITINGGIKAN UNTUK MENYELAMATKAN


DITINGGIKAN UNTUK MENYELAMATKAN
(Memandang Kristus Membawa Keselamatan-red)
Kotbah Minggu, 18 Maret 2012
Minggu Pra Paskah IV
Warna Liturgis: Ungu

Bacaan I              : Bilangan 21: 4-9
Antar Bacaan      : Mazmur 107: 1-3; 17-22
Bacaan II             : Efesus 2: 1-10
Bacaan III            : Yohanes 3: 14-21

KEMANA PANDANGAN KITA TERTUJU, 
KE SITU KAKI KITA MELANGKAH

Suatu hari seorang juragan Arab sedang sakit keras, dan ketika ia berada dalam kondisi kritis, istri dan kelima anaknya berkumpul mengelilinginya sambil menangis tersedu-sedu. Di tengah situasi haru yang demikian itu, sang jurangan bersuara dengan lirih, “Umi….mana umi?” Sang istri yang sedari tadi berada di dekatnya menjawab,  “Saya selalu disampingmu abi” Jurangan itu menggenggam erat tangan istrinya, lalu dengan suara yang parau ia berkata, “Mi…Abu mana?” Anak pertama yang bernama Abunawas segera menyahut sambil membelai kepala sang ayah, “Iya abi….Abu ada di sini”. Sang jurangan pun kemudian menghirup udara dalam-dalam dan menghelanya dengan lembut. Ia melanjutkan perkataannya, “lalu Abdul… mana Abdul?” Anak ke dua yang bernama Abdullah pun menjawab, “Saya di sini abi…” Begitu pula anak ke-3 dan ke-4 semua dipanggil namanya dan dipertanyakan keberadaannya,  sampai pada anak ke-5 yang terakhir. Ia pun menanyakan keberadaan anak ke-5-nya, “Komar…komar apakah kau juga ada dekat abi…?” Anak ke-5 yang bernama Komarudin menjawab dengan suara yang sedikit keras karena berada agak jauh dari sang ayah, “ Tentu abi… kami semua di sini mendampingi abi…” Tiba-tiba mata sang jurangan terbuka dan melihat sekelilingnya, lalu dengan mata yang melotot ia berkata: “JADI…SIAPA YANG JAGA TOKO KITA KALAU SEMUA DI SINI????!!!!”

Membaca cerita itu, mungkin kita merasa geli dengan apa yang terjadi pada diri sang jurangan. Di tengah situasi kehidupan yang sedang kritis ternyata dia masih berpikir soal keberadaan tokonya. Kesehatan dan kehidupannya yang sedang kritis, agaknya menjadi hal yang tidak lagi penting, jika dibandingkan dengan toko yang selama ini menjadi lahan untuk dia mencari penghasilan. Hal ini menjadi satu gambaran bagi kita bahwa kemana pandangan kita tertuju, ke situ pula kaki kita akan melangkah. Ketika hidup kita tertuju pada harta duniawi, maka segala jalan kita pun akan mengarah kepada hal-hal yang kita pandang dapat menghasilkan harta duniawi. Ketika hidup kita tertuju pada masa lalu, maka segala langkah kita di tengah kehidupan ini biasanya akan selalu mengarah pada upaya untuk mengulang masa lalu itu. Sehingga ketika kita merasa bahwa ternyata hidup kita di masa sekarang ini tidak lebih nikmat dibandingkan hidup kita di masa lalu, maka sikap yang muncul adalah penyesalan, sunggut-sunggut, dan sikap-sikap negatif yang lain, yang seringkali tidak banyak membangun bagi kehidupan kita selanjutnya. Sebagaimana yang dialami oleh bangsa Israel pada jaman kepemimpinan Musa. 

Perlawanan bangsa Israel terhadap Allah dan Musa dimulai ketika mereka mengarahkan pandangan mereka menuju pada kehidupan masa lalu mereka di Mesir. Pertanyaan-pertanyaan yang mereka lontarkan menggambarkan keinginan mereka untuk kembali ke masa lalu. Masa di mana mereka ditindas dengan tangan besi oleh bangsa Mesir, namun juga merasakan kenikmatan dunia (demi kepentingan perut mereka, yang biasanya menikmati makanan yang enak, walaupun harus kerja paksa).  (Bil 21: 4-5)

Hal ini tidak hanya membuat Musa bersusah hati, tetapi juga membangkitkan amarah Allah (Bil 21: 6). Allah kemudian menyuruh ular-ular tedung yang ganas dan berbisa, untuk memagut orang Israel. Akibatnya, banyak orang Israel mati di situ. Dengan peristiwa ular tedung, sebenarnya Allah ingin agar umat-Nya kembali mengarahkan pandangannya pada diri Allah, supaya mereka bisa sampai pada tanah terjanji. Sebab itu Allah meminta mereka untuk memandang pada sebuah patung ular tembaga (Bil 21: 8-9), bukan karena patung ular tembaga itu sakti, melainkan karena Allah hadir melalui simbol itu. Kuasa dan Kekuatan Allah-lah yang mampu untuk menyelamatkan mereka dari racun ular tedung itu dan membawa mereka menuju pada tanah yang telah dijanjikan pada nenek moyang mereka. Melalui kisah ini, kita dapat belajar bahwa dalam sepanjang perjalanan hidup umat Israel menuju pada tanah terjanji, Allah senantiasa mengundang mereka untuk tetap mengarahkan pandangan kepada Dia yang memberikan hidup dan yang telah menuntun mereka. Demikian pula dengan kita, umat Allah yang hidup pada masa sekarang.

ALLAH MENGUNDANG KITA UNTUK MEMANDANG-NYA

Perjalanan bangsa Israel menuju pada tanah terjanji menjadi gambaran perjalanan hidup kita menuju pada kehidupan yang telah dijanjikan Allah. Ketika kita mengarahkan pandangan kita pada kehidupan kita di masa lalu, mungkin saja kita memiliki perasaan seperti bangsa Israel. Kita menjadi orang yang bersunggut-sunggut atas kehidupan kita di masa sekarang. Kita menjadi orang yang menyesali kehidupan kita saat ini. Terlebih ketika kehidupan kita di masa sekarang ini (atau lebih tepatnya kehidupan kita setelah menerima Kristus) menjadi kehidupan yang mungkin terasa lebih susah, berat dan penuh tantangan. Pada akhirnya, bisa saja kita menjadi pribadi yang kehilangan semangat untuk menjalani kehidupan kita menuju pada kehidupan yang telah Allah janjikan. Sebab itu, Allah mengundang kita untuk tetap mengarahkan pandangan hidup kita bukan pada masa lalu kita, melainkan kepada Dia. Sebab hanya Allah yang mampu melepaskan kita dari berbagai macam hal yang mengancam kehidupan kita. Hanya Dialah yang mampu untuk menyelamatkan dan menuntun kehidupan kita, sehingga kita mampu memasuki kehidupan yang telah Ia janjikan.  

Jika bangsa Israel pada masa itu diundang untuk memandang patung ular tembaga yang menjadi  simbol kehadiran Allah, maka sekarang kita diundang untuk memandang Kristus yang adalah wujud nyata kehadiran Allah di tengah dunia. Yohanes 3: 14-15 mengatakan “Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.” Mengapa Kristus harus ditinggikan? Kristus ditinggikan untuk menjadi tanda bagi manusia agar mereka bersedia memandang-Nya dan menjadikan-Nya sebagai penuntun kehidupan, sehingga mereka bisa sampai pada kehidupan kekal yang Allah janjikan. Sama seperti orang Israel yang bersedia memandang ular tembaga yang dibuat oleh Musa dan mendapatkan keselamatan. Demikian juga jika manusia masa kini bersedia memandang Kristus, mereka pun akan mendapatkan keselamatan. “Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.” (Yoh 3: 17)

Memandang Kristus di sini bukan berarti melihat patung atau gambar Yesus Kristus yang biasa di jual di took-toko buku Kristen atau yang ada di rumah-rumah orang Kristen. Juga bukan berarti melihat patung atau gambar salib yang biasa di pajang di gereja atau lembaga-lembaga Kristen. Memandang Kristus, berarti menjadikan Kristus sebagai panutan dan teladan dalam bersikap dan bertindak di tengah-tengah kehidupan. Memandang Kristus berarti bersedia untuk mengarahkan kehidupan kita menjadi seperti kehidupan yang Kristus jalani di tengah dunia ini. 

BAGAIMANA SUPAYA KITA DAPAT MEMANDANG KRISTUS
DI SEPANJANG PERJALANAN HIDUP KITA?
Bayangkan bahwa saat ini di tangan saya ada sebuah gambar yang bagus dan saya ingin memperlihatkan gambar ini kepada Anda. Bagaimana caranya agar Anda dapat melihat gambar ini? Ya… Saya harus bersedia untuk memberikan gambar yang ada di tangan saya ini kepada Anda dan Anda harus bersedia menerima gambar ini. Kalau saya tidak mau memberikan gambar ini kepada Anda, pasti Anda tidak akan pernah bisa melihatnya. Demikian pula sebaliknya, jika Anda tidak mau menerima gambar ini, maka Anda juga tidak akan pernah bisa melihatnya. Jadi dari pihak saya harus ada kesediaan untuk memberi dan dari pihak Anda harus ada kesediaan untuk menerima, maka Anda akan bisa melihat gambar ini. Demikianlah juga yang seharusnya terjadi agar kita dapat memandang Kristus dalam kehidupan kita. Allah sebagai pihak yang ingin agar kita memandang Kristus, harus memiliki kesediaan untuk memberikan Kristus kepada kita; dan kita sebagai pihak yang akan memandang-Nya, harus memiliki kesediaan untuk menerima-Nya. 

Yoh 3: 16 mengatakan, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Kalimat “…telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal,…” menunjukkan bahwa dari pihak Allah ada kesediaan untuk memberikan Anak-Nya (Kristus) kepada dunia. Bahkan kesediaan itu telah diwujudkan dalam tindakan yang nyata dengan memberikan Kristus kepada dunia. Sekarang tinggal dari pihak kita, apakah kita mau menerima-Nya atau tidak. Jika kita mau menerima-Nya maka kita akan dapat memandang-Nya. Namun jika kita tidak mau menerima-Nya, maka sampai kapan pun kita tidak akan pernah bisa memandang-Nya. Sebab itu, menerima Kristus dalam kehidupan kita menjadi langkah awal yang harus kita lakukan agar kita dapat memandang-Nya di sepanjang perjalanan hidup kita menuju pada kehidupan yang telah dijanjikan Allah. Menerima Kristus berarti percaya kepada Kristus dan melakukannya apa yang telah Ia ajarkan dalam segala sisi kehidupan kita. (Yoh 3: 18) Sudahkah itu kita lakukan?

Kristus sudah ‘ditinggikan’, namun bukan dalam pengertian yang terhormat. Ia ditinggikan dengan mati di kayu salib. Ia tergantung di atas sebuah palang, darah-Nya mengalir, rasa pedih dan perih ditanggung-Nya untuk memberi keselamatan kepada dunia. Jalan hidup-Nya di dunia dipersembahkan-Nya untuk memberi teladan hidup bagi manusia. Lantas apa dampak dari semua yang telah dilakukan-Nya itu? Apakah kita telah menjadi orang yang senantiasa memandang-Nya di sepanjang perjalanan hidup kita sampai saat ini?

Selamat merenungkannya. Tuhan memberkati. Amin.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar