SUDAHKAH ANDA BERDOA DAN MENYAPA TUHAN HARI INI?

Senin, 21 Januari 2013

BAHAYA KETAMAKAN

“Kata-Nya lagi kepada mereka: "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." (Lukas 12 : 15)


Suatu kali, ada seseorang yang berniat membeli sebidang tanah yang luas. Ia diantar oleh si empunya tanah. Dari atas puncak gunung ia melihat lembah-lembah dan bukit-bukit yang terbentang luas.

“Berapa hektar yang boleh saya beli?”

 “ Anda boleh membeli tanah seluas yang bisa Anda kelilingi. Silahkan Anda lari dari sini. Kelilingi lembah-lembah dan bukit-bukit itu. Sebelum matahari terbenam Anda harus sudah kembali lagi ke sini. Kalau Anda berhasil mengelilingi 40 hektar, Anda dapat 40 hektar. Kalau Anda berhasil mengelilingi 50 hektar, berarti Anda dapat 50 hektar.”

“waduh 50 hektar! Itu 500 ribu meter persegi. Tahun depan harganya bisa naik dua kali lipat.”

Tanpa membuang waktu lagi pembeli tanah itu mulai berlari. Turun lembah, naik bukit. Lari dan lari terus. “Makin jauh aku berlari, maka makin banyak tanah aku miliki. Kapan lagi bisa dapat tanah seluas ini?”, pikirnya. Ia terus berlari. Ia sudah sangat lelah, tetapi ia paksa terus berlari. Akhirnya ketika matahari terbenam, ia terhuyung-huyung tiba di tempat si empunya tanah. Dengan terengah-engah dia berkata, “Aku dapat, aku dapat 500 ribu meter persegi.” Tetapi seketika itu juga ia roboh. Nafasnya habis. Ia mati, dan ia hanya mendapatkan tanah dua kali satu meter. Pas untuk menguburkan jenazahnya.

Ketamakan adalah sikap hidup yang didasarkan pada keinginan yang berlebihan, tidak terkontrol, tiada habisnya, dan tidak ada rasa puasnya. Ketamakan dapat membuat seseorang tidak lagi memerhatikan kemampuan dirinya dan kesehatannya, melalaikan orang-orang yang ada di sekitarnya, bahkan terkadang disertai dengan sikap menghalalkan segala cara untuk memenuhi keinginannya. Sebab itu berhati-hatilah dalam menjalani kehidupan. Jangan sampai kita menjadi pribadi yang terjebak pada ketamakan. Kita hidup bukan hanya untuk memuaskan hasrat atau mengumpulkan harta saja. Kita hidup di dunia ini untuk melayani Allah yang telah memberikan kehidupan kepada kita. Tuhan Yesus berkata kepada kita , "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." (Lukas 12 : 15)

Ketamakan tidak akan pernah bisa membuat seseorang merasakan kepuasan dalam hidup. Ketamakan hanyalah akan membuat seseorang kehilangan hakekat kehidupannya.


Catatan : cerita ilustarsi diambil dari salah satu buku hasil karya Leo Tolstoy.

Minggu, 20 Januari 2013

MEMBANGUN GENERASI MASA DEPAN


Setiap orang tua yang mempunyai anak pasti memiliki harapan besar bahwa suatu saat nanti anaknya mengalami pertumbuhan secara penuh, baik fisik maupun kerohaniannya. Tidak ada orang tua manapun yang ketika punya anak, berharap anaknya kecil terus. Sekalipun masa kecil anak-anak menjadi masa yang seringkali membawa sukacita tersendiri dalam kehidupan orang tua. Namun, kita semua harus menyadari bahwa seorang anak mengalami pertumbuhan secara penuh atau tidak, tentu bergantung pada bagaimana suasana dan dukungan keluarga dari anak itu. Ketika keluarga memberikan dukungan yang penuh pada pertumbuhan anak, maka seorang anak pasti akan mengalami pertumbuhan yang baik; demikian pula sebaliknya.

Yesus dan Samuel adalah dua orang yang hidup dalam masa dan suasana yang berbeda. Yesus, pada masa kecilnya hidup dan bertumbuh di tengah asuhan kedua orang tuanya. Sementara Samuel, pada masa kanak-kanak, tumbuh dalam lingkungan keluarga imam Eli, yang adalah orang tua angkatnya secara rohani. Namun keduanya mengalami pertumbuhan dengan baik. Ada persamaan yang mereka alami dalam pertumbuhan mereka. Injil Lukas mencatat bahwa "Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia" (Luk 2: 52). Sementara kitab Samuel mencatat bahwa "Samuel yang muda itu, semakin besar dan semakin disukai, baik di hadapan TUHAN maupun di hadapan manusia" (1 Sam 2: 26).

Tentu, apa yang dialami oleh Yesus dan Samuel juga kita harapkan terjadi dalam diri anak-anak kita. Sebagai orang tua, kita pun memiliki kerinduan bahwa anak-anak kita bisa mengalami pertumbuhan menjadi besar dan dikasihi oleh Allah dan manusia. Lalu, rahasia apa yang pada akhirnya menjadikan mereka mampu mengalami pertumbuhan yang sedemikian baik itu?

1. MEREKA DIASUH ORANG-ORANG YANG TAKUT AKAN TUHAN

Samuel dan Yesus adalah dua orang yang pada masa kecilnya mengalami asuhan yang baik dari orang tuanya. Imam Eli, sebagai seorang yang takut akan Tuhan menjadi figur teladan bagi Samuel kecil. Ia mendidik Samuel untuk mengenal Tuhan dengan baik. Demikian pula yang dilakukan Maria dan Yusuf, sebagai orang tua Yesus. Maria dan Yusuf adalah pribadi-pribadi yang takut akan Tuhan. Mereka memiliki kesetiaan dan ketaatan pada Tuhan yang luar biasa. Sikap setia dan taat inilah yang menjadi penopang bagi mereka untuk memberikan keteladan pada Yesus kecil. Sekalipun tidak banyak kisah Injil yang menceritakan masa kecil Yesus. Namun, kesediaan Maria dan Yusuf untuk membawa Yesus ke Bait Allah pada umur 12 tahun menjadi bukti bagaimana kedua orang tua ini mendidik Yesus pada masa kecilnya dengan ketaatan dan kesetiaan pada Tuhan.

Berdasarkan pengalaman masa kecil Yesus dan Samuel ini, kita dapat mengambil satu pelajaran hidup, yaitu: jika kita menginginkan anak-anak kita mengalami pertumbuhan dan menjadi pribadi-pribadi yang dicintai Allah dan manusia, maka mau tidak mau, sebagai orang tua, kita harus memiliki sikap takut akan Tuhan. Kita harus memiliki ketaatan dan kesetiaan pada Tuhan. Sebab jika orang tua memiliki sikap takut akan Tuhan, maka anak-anak akan mendapatkan figur teladan yang baik dalam pertumbuhannya.

2. MEREKA BERSEDIA BELAJAR DARI ORANG-ORANG YANG MENGASUHNYA

Keteladanan dan dukungan orang tua saja belum cukup untuk membuat seorang anak mampu untuk mengalami pertumbuhan hidup dan kerohanian yang baik. Keteladanan dan dukungan orang tua harus dibarengi dengan kesediaan anak untuk terus belajar mengembangkan diri dan meneladani hal-hal yang baik dari orang tuanya. Imam Eli, selain mengasuh Samuel, juga punya anak kadung yang bernama Hofni dan Pinehas. Tapi pertumbuhan anak-anak kandung imam Eli ini tidak sebaik Samuel. Mereka justru bertumbuh menjadi anak-anak yang melakukan kecurangan-kecurangan di hadapan Tuhan. Sementara, Samuel yang adalah anak angkat justru menunjukkan pertumbuhan yang baik dibanding kedua anak imam Eli.

Semua itu terjadi tentu bukan semata-mata karena kesalahan imam Eli yang tidak mampu memberi teladan pada anak-anak kandungnya. Tetapi lebih disebabkan karena anak-anak kandung imam Eli tidak mau belajar dari setiap kebaikan yang telah dicontohkan oleh ayahnya sendiri. Mereka cenderung mengabaikan didikan orang tuanya dan memilih untuk terus mengikuti keinginan dirinya sendiri.

Pada masa sekarang ini, banyak kita jumpai ketegangan antara orang tua dan anak seringkali disebabkan oleh hal yang demikian itu. Orang tua merindukan anak-anaknya meneladani hal-hal yang baik dari orang tunya. Sementara anak-anak lebih senang mencari gaya hidup sendiri. Mereka merasa bahwa orang tuanya kolot, ketinggalan jaman, dan tidak gaul. Akhirnya, banyak kita jumpai anak-anak yang sudah tidak mau lagi meneruskan kebaikan orang tuanya dan  bertumbuh dengan tidak baik. Mereka menjadi pribadi-pribadi yang seringkali menyusahkan orang lain dan terjebak pada bentuk-bentuk pergaulan bebas. Alih-alih makin dicintai Allah dan sesama; yang terjadi justru banyak anak yang membuat jengkel orang tuanya dan mendukakan hati Allah.

Jika kita menginginkan generasi kita berikutnya menjadi generasi yang bertumbuh makin dikasihi Allah dan manusia; mau tidak mau, ketegangan antara orang tua dan anak harus segera diselesaiakan. Sebagai orang tua, marilah kita belajar dari imam Eli, Maria dan Yusuf. Marilah kita menjadi pribadi-pribadi yang takut akan Tuhan, yang memiliki kesetiaan dan ketaatan kepada Allah. Supaya melalui perilaku kita sehari-hari, kita mampu memberikan teladan yang baik bagi anak-anak kita. Sebagai anak, marilah kita meneladani apa yang telah dicontohkan oleh Samuel dan Yesus pada masa kecilnya. Mereka memiliki kesediaan untuk terus mengembangkan diri dan belajar dari orang tua yang mengasuh mereka. Mereka memiliki kesediaan untuk dibimbing, dinasehati, dan diarahkan oleh orang-orang yang mengasuhnya. Sehingga mereka bertumbuh makin dikasihi Allah dan sesama.